Senin, 15 Februari 2010

filsafat jawa masa depan

[d'Gareng] Filsafat Jawa Masa Depan Apr 28, '09 11:41 AM
for everyone
Filsafat Jawa Masa Depan Apr 28, '09 10:27 PM
for everyone
09-07-2006
Darmanto Jatman

PJ ZOETMULDER barangkali layak disebut sebagai "bapak baptis" Filsafat Jawa. Ketika pada tahun 1940-an, Pemerintah Belanda menugasi Brugman menjadi panitia penyelidik kemungkinan pendirian Faculteit der Letteren di Indonesia serta menjajagi kemungkinan ada filsafat asli Indonesia, Brugman memberikan catatan, di Indoensia tidak diketemukan filsafat asli -termasuk tentu, Filsafat Jawa. Nah. Pada waktu itulah Zoetmulder yang telah menulis Kalangwan, kalangon, keindahan Jawa serta Pantheisme & Monisme Jawa, "Manunggaling Kawula-Gusti", agaknya berhasil menggugah para cendekiawan untuk menumbuhkembangkan filsafat asli Jawa -apalagi dalam babagan kesusastraan Jawa, Raden Ngabehi Ranggawarsita sudah dinyatakan sebagai "pujangga pungkasan".

Sekalipun Zoetmulder boleh dianggap mencampuradukkan filsafat dengan kesusastraan, namun pembuktian ada tatanan, kaidah hakiki asli Jawa dalam berbagai karya Sansekerta apalagi Jawa kuno, telah membuat Abdullah Citroprawiro menberanikan diri untuk membuat daftar filsuf asli Jawa sejak Mpu Kanwa, Mpu Tantular, sampai masa keemasan budaya Jawa yang disebut "renaisans Jawa" melalui Kiai Yasadipura I, II, Ranggawarsita, Paku Buwana IV, dan Mangkunegara IV.

Lalu filsuf Jawa kontemporernya mana?! Bhaktinendra memang telah menulis Bagus Sriman Cari Ilmu yang mengungkapkan perjalanan batin, laku, Bagus Sriman dalam mempertanyakan hal-hal hakiki dalam kehidupan orang Jawa, termasuk tentu saja "Sangkan Paraning Dumadi", Jumbuhing kawula-Gusti", serta Anugerah, Berkah, Ibadah yang disebut "dharma" itu. Baktinendra memang belum genap setengah abad, jadi boleh dibilang ia "generasi baru". Jawa yang tak terlalu jauh kehidupannya dari hotel-hotel berbintang, seperti ketika kami ketemu di Hotel Novotel beberapa waktu yang lalu. Bhakti membisiki, ada seorang pemikir filsafat Jawa yang amat produktif. Dalam beberapa tahun ini saja dia sudah menerbitkan puluhan buku, Doktor Purwadi. "Masih sangat muda," ujar Bhakti kagum, "Dialah filsuf Jawa masa depan!" Saya juga berbisik kepadanya, "Bagi saya sih Suwardi Endraswara lebih mengesankan, barangkali sepantaran Purwadi, tetapi bukunya, Falsafah Hidup Jawa, telah memberikan pepadang, enlightenment, tentang "manunggaling kawula-Gusti" lebih jelas dari Doktor Zoetmulder!". Bhakti, masih berbisik, pesan kapucino, lantas secara lebih jelas berkata, "Purwadi menyatakan bahwa menjadi filsuf di Jawa itu tidak perlu jauh dari kehidupan rakyat kecil, dari "budaya alit". Filsuf itu tidak seperti begawan-brahmana dalam Filsafat India, tetapi seperti panakawan, Semar, Sang Panonong!

Inilah titik krusial dalam alam pemikiran Jawa -yang tentu perlu dibedakan dari kejawen, atau agami jawi atau Islam Jawa. Ketika dalam Budaya Gung, Ranggawarsita telah menjadi "pujangga pungkasan", muncullah para bujangga lit yang memperkenalkan apa yang kelak disebut sebagai Kebatinan Jawa, seperti yang diujarkan oleh Sosrokartono, Soenarto Mertowardoyo, "Jangan lupa Sapta Darma," ujar Bhakti pula, "Sementara wong cilik tidak pernah dijauhi tuntunan via berbagai pertunjukan wayang kulit, termasuk berbagai lakon wingit seperti Dewa Ruci, Begawan Ciptaning. Rakyat kecil sekarang punya peran nguri-uri kejawen sebagaimana dulu pernah dilakukan oleh Sunan Kalijaga dengan suluk dan tembang yang nglipurati." Iyalah wong cilik yang menghidup-hidupkan "budaya lit" memang tidak mempraktikkan tapa atau kontemplasi, tapi zikir, suluk, begitupun semaan atau baca koran; lha wong sastra jemdra hayuningrat saja sudah pakai "laku & patrap" untuk membacanya kok. "Budaya tulis memang selalu dianggap lebih wingit, sakral, ketimbang budaya lisan yang lebih merakyat dan sekular!".

Lalu, bagaimana dengan kebangkitan spiritualitas dunia masa kini?!

Iyalah! Baru beberapa hari yang lewat saya ketemu doktor filsafat di dusun Randujayan, Pakem, Yogya. Ia mengingatkan saya bahwa "Jawa itu one stop ahead lo dibanding Barat!" Saya juga ingat Prof Satjipto Rahardjo yang mengingkan bahwa Soemantri Hardjoprakosa itu sudah 50 tahun lebih dulu ketimbang Ian Marshal & Danah Zohar yang kelak kondang dengan SQ (Spiritual Quotient)-nya. "Tapi Indonesia memang susah diungguli oleh Barat kok dalam bidang spiritual ini," bisik Bilung di tepi grojogan di Randujayan itu, "Ary Ginanjar sekarang lagi kondang-kondangnya dengan ESQ-nya: Pelatihan (!), bukan sekadar wacana! Dulu kan nenek moyang kita cuma kasih wacana soal wahyu cakraningrat atau wahyu maniningrat, sekarang Ary Ginanjar sudah bikin pelatihan untuk para peserta mengalami revolusi rohani. "Setiap orang bisa deh 'dapat wahyu' kayak Abimanyu," ujar bilung menegaskan. Tapi bukankah pelatihan itu bukan "Javanese way untuk memperoleh kesempurnaan?!" Bukankah, "Jawa memilih jalan yang sukar ketimbang yang gampang?! Bukankah para birokrat Jawa selalu bersemboyan, "Kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah?!" Seolah-olah manfaat teknologi agar hidup lebih "convenience tidak laku di Jawa. Orang masih saja maido bila ada orang bisa bertapa dengan mudah; atau prihatin dengan enak ketimbang bertapa yang sarat dan berat seperti yang dilakukan Bima atau prihatin yang berdarah-darah, rekasa, seperti para panakawan! "Bukankah jalan menuju kautaman tidak pernah mudah? Yang mudah pasti anjog ke kesusahan!" Sayang!

Benarkah Jawa tidak mengenal jalan yang mudah, murah, menuju ke keutamaan budi luhur?!

Di ndalem joglo Randujayan itulah saya mendengar bisik yang sayup itu, "Sajatine kabeh iku ora ana, kang ora iku dudu!" Lha yang dudu itu apa hayo? 100 tahun pengetan rama Zoetmulder itu pastilah bukan kehendak dari rama sendiri. Sekalipun "dudu", nanging ya kabeh iku mau!


--
Posting oleh d'Gareng ke d'Gareng pada 4/28/2009 10:40:00 PM
Prev: [d'Gareng] FESTIVAL WAYANG INDONESIA KE-2
Next: [d'Gareng] Mburu Antenge Pikir
reply share

jokosukisno1421
audio reply video reply
Add a Comment
For:
Add a comment to this blog entry, for everyone
Send dadigarengsik a personal message
Subject:


-

2 Komentar:

Pada 24 November 2010 pukul 06.27 , Blogger Unknown mengatakan...

i like this

 
Pada 15 Desember 2018 pukul 17.21 , Blogger Unknown mengatakan...

nonton sabung ayam live di hape android

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda