Sabtu, 30 Juni 2018

mbabar jagad anyar

Selamat berjuang para penjaga kemerdekaan, para pejuang kebenaran Tuhan, para Satryo dan wanita sejati.
Here, I world like to express that the law of humanity must be guarded .

Minggu, 15 Oktober 2017

Continued...wat is kapribaden

Label: ,

Sabtu, 14 Mei 2011

sabdo palon noyo genggong/sang samar/ manikmoyo

03 Menelisik Misteri Sabdo Palon

Dalam upaya menelisik misteri siapa sejatinya Sabdo Palon, saya mengawali dengan mengkaji Serat Darmagandhul dan ramalan Sabdo Palon. Di sini tidak akan dipersoalkan siapa yang membuat karya-karya tersebut untuk tidak menimbulkan banyak perdebatan. Karena penjelasan secara akal penalaran amatlah rumit, namun dengan pendekatan spiritual dapatlah ditarik benang merahnya yang akan membawa kepada satu titik terang. Dan akhirnyapun dapat dirunut secara logika historis.
Menarik memang di dalam mencari jawab tentang siapakah Sabdo Palon ? Karena kata ”Sabdo Palon Noyo Genggong” sebagai penasehat spiritual Prabu Brawijaya V ( memerintah tahun 1453 – 1478 ) tidak hanya dapat ditemui di dalam Serat Darmagandhul saja, namun di dalam bait-bait terakhir ramalan Joyoboyo ( 1135 – 1157 ) juga telah disebut-sebut, yaitu bait 164 dan 173 yang menggambarkan tentang sosok Putra Betara Indra sbb :
…; mumpuni sakabehing laku; nugel tanah Jawa kaping pindho; ngerahake jin setan; kumara prewangan, para lelembut ke bawah perintah saeko proyo kinen ambantu manungso Jawa padha asesanti trisula weda; landhepe triniji suci; bener, jejeg, jujur; kadherekake Sabdopalon lan Noyogenggong.
…; menguasai seluruh ajaran (ngelmu); memotong tanah Jawa kedua kali; mengerahkan jin dan setan; seluruh makhluk halus berada di bawah perintahnya bersatu padu membantu manusia Jawa berpedoman pada trisula weda; tajamnya tri tunggal nan suci; benar, lurus, jujur; didampingi Sabdopalon dan Noyogenggong.
nglurug tanpa bala; yen menang tan ngasorake liyan; para kawula padha suka-suka; marga adiling pangeran wus teka; ratune nyembah kawula; angagem trisula wedha; para pandhita hiya padha muja; hiya iku momongane kaki Sabdopalon; sing wis adu wirang nanging kondhang; genaha kacetha kanthi njingglang; nora ana wong ngresula kurang; hiya iku tandane kalabendu wis minger; centi wektu jejering kalamukti; andayani indering jagad raya; padha asung bhekti.
menyerang tanpa pasukan; bila menang tak menghina yang lain; rakyat bersuka ria; karena keadilan Yang Kuasa telah tiba; raja menyembah rakyat; bersenjatakan trisula wedha; para pendeta juga pada memuja; itulah asuhannya Sabdopalon; yang sudah menanggung malu tetapi termasyhur; segalanya tampak terang benderang; tak ada yang mengeluh kekurangan; itulah tanda zaman kalabendu telah usai; berganti zaman penuh kemuliaan; memperkokoh tatanan jagad raya; semuanya menaruh rasa hormat yang tinggi.
Serat Darmagandhul
Memahami Serat Darmagandhul dan karya-karya leluhur kita dibutuhkan kearifan dan toleransi yang tinggi, karena mengandung nilai kawruh Jawa yang sangat tinggi. Jika belum matang beragama maka akan muncul sentimen terhadap agama lain. Tentu ini tidak kita kehendaki. Tiada maksud lain dari saya kecuali hanya ingin mengungkap fakta dan membedah warisan leluhur dari pendekatan spiritual dan historis.
Dalam serat Darmagandhul ini saya hanya ingin menyoroti ucapan-ucapan penting pada pertemuan antara Sunan Kalijaga, Prabu Brawijaya dan Sabdo Palon di Blambangan. Pertemuan ini terjadi ketika Sunan Kalijaga mencari dan menemukan Prabu Brawijaya yang tengah lari ke Blambangan untuk meminta bantuan bala tentara dari kerajaan di Bali dan Cina untuk memukul balik serangan putranya, Raden Patah yang telah menghancurkan Majapahit. Namun hal ini bisa dicegah oleh Sunan Kalijaga dan akhirnya Prabu Brawijaya masuk agama Islam. Karena Sabdo Palon tidak bersedia masuk agama Islam atas ajakan Prabu Brawijaya, maka mereka berpisah. Sebelum perpisahan terjadi ada baiknya kita cermati ucapan-ucapan berikut ini :
”Paduka sampun kêlajêng kêlorob, karsa dados jawan, irib-iriban, rêmên manut nunut-nunut, tanpa guna kula êmong, kula wirang dhatêng bumi langit, wirang momong tiyang cabluk, kula badhe pados momongan ingkang mripat satunggal, botên rêmên momong paduka. … Manawi paduka botên pitados, kang kasêbut ing pikêkah Jawi, nama Manik Maya, punika kula, ingkang jasa kawah wedang sanginggiling rêdi rêdi Mahmeru punika sadaya kula, …”
”Paduka sudah terlanjur terperosok, mau jadi orang jawan (kehilangan jawa-nya), kearab-araban, hanya ikut-ikutan, tidak ada gunanya saya asuh, saya malu kepada bumi dan langit, malu mengasuh orang tolol, saya mau mencari asuhan yang bermata satu (memiliki prinsip/aqidah yang kuat), tidak senang mengasuh paduka. … Kalau paduka tidak percaya, yang disebut dalam ajaran Jawa, nama Manik Maya itu saya, yang membuat kawah air panas di atas gunung itu semua adalah saya, …”
Ucapan Sabdo Palon ini menyatakan bahwa dia sangat malu kepada bumi dan langit dengan keputusan Prabu Brawijaya masuk agama Islam. Gambaran ini telah diungkapkan Joyoboyo pada bait 173 yang berbunyi :
”…, hiya iku momongane kaki Sabdopalon; sing wis adu wirang nanging kondhang; …”
”…, itulah asuhannya Sabdopalon; yang sudah menanggung malu tetapi termasyhur; …”.
Dalam ucapan ini pula Sabdo Palon menegaskan bahwa dirinyalah sebenarnya yang dikatakan dalam kawruh Jawa dengan apa yang dikenal sebagai ”Manik Maya” atau hakekat ”Semar”.
”Sabdapalon matur yen arêp misah, barêng didangu lungane mênyang ngêndi, ature ora lunga, nanging ora manggon ing kono, mung nêtêpi jênênge Sêmar, nglimputi salire wujud, anglela kalingan padhang. …..”
”Sabdo Palon menyatakan akan berpisah, begitu ditanya perginya kemana, jawabnya tidak pergi, akan tetapi tidak bertempat di situ, hanya menetapkan namanya Semar, yang meliputi segala wujud, membuatnya samar. …..”
Sekali lagi dalam ucapan ini Sabdo Palon menegaskan bahwa dirinyalah yang bernama Semar. Bagi orang Jawa yang berpegang pada kawruh Jawa pastilah memahami tentang apa dan bagaimana Semar. Secara ringkas dapat dijelaskan bahwa Semar adalah merupakan utusan gaib Gusti Kang Murbeng Dumadi (Tuhan Yang Maha Kuasa) untuk melaksanakan tugas agar manusia selalu menyembah dan bertaqwa kepada Tuhan, selalu bersyukur dan eling serta berjalan pada jalan kebaikan. Sebelum manusia mengenal agama, keberadaan Semar telah ada di muka bumi. Beliau mendapat tugas khusus dari Gusti Kang Murbeng Dumadi untuk menjaga dan memelihara bumi Nusantara khususnya, dan jagad raya pada umumnya. Perhatikan ungkapan Sabdo Palon berikut ini :
Sabdapalon ature sêndhu: ”Kula niki Ratu Dhang Hyang sing rumêksa tanah Jawa. Sintên ingkang jumênêng Nata, dados momongan kula. Wiwit saking lêluhur paduka rumiyin, Sang Wiku Manumanasa, Sakutrêm lan Bambang Sakri, run-tumurun ngantos dumugi sapriki, kula momong pikukuh lajêr Jawi, …..….., dumugi sapriki umur-kula sampun 2.000 langkung 3 taun, momong lajêr Jawi, botên wontên ingkang ewah agamanipun, …..”
Sabdo Palon berkata sedih: ”Hamba ini Ratu Dhang Hyang yang menjaga tanah Jawa. Siapa yang bertahta, menjadi asuhan hamba. Mulai dari leluhur paduka dahulu, Sang Wiku Manumanasa, Sakutrem dan Bambang Sakri, turun temurun sampai sekarang, hamba mengasuh keturunan raja-raja Jawa, …..
….., sampai sekarang ini usia hamba sudah 2.000 lebih 3 tahun dalam mengasuh raja-raja Jawa, tidak ada yang berubah agamanya, …..”
Ungkapan di atas menyatakan bahwa Sabdo Palon (Semar) telah ada di bumi Nusantara ini bahkan 525 tahun sebelum masehi jika dihitung dari berakhirnya kekuasaan Prabu Brawijaya pada tahun 1478. Saat ini di tahun 2007, berarti usia Sabdo Palon telah mencapai 2.532 tahun. Setidaknya perhitungan usia tersebut dapat memberikan gambaran kepada kita, walaupun angka-angka yang menunjuk masa di dalam karya-karya leluhur sangat toleransif sifatnya.
Di kalangan spiritualis Jawa pada umumnya, keberadaan Semar diyakini berupa ”suara tanpa rupa”. Namun secara khusus bagi yang memahami lebih dalam lagi, keberadaan Semar diyakini dengan istilah “mencolo putro, mencolo putri”, artinya dapat mewujud dan menyamar sebagai manusia biasa dalam wujud berlainan di setiap masa. Namun dalam perwujudannya sebagai manusia tetap mencirikan karakter Semar sebagai sosok “Begawan atau Pandhita”. Hal ini dapat dipahami karena dalam kawruh Jawa dikenal adanya konsep “menitis” dan “Cokro Manggilingan”.
Dari apa yang telah disinggung di atas, kita telah sedikit memahami bahwa Sabdo Palon sebagai pembimbing spiritual (ponokawan) Prabu Brawijaya merupakan sosok Semar yang nyata. Menurut Sabdo Palon dalam ungkapannya dikatakan :
”…, paduka punapa kêkilapan dhatêng nama kula Sabdapalon? Sabda têgêsipun pamuwus, Palon: pikukuh kandhang. Naya têgêsipun ulat, Genggong: langgêng botên ewah. Dados wicantên-kula punika, kenging kangge pikêkah ulat pasêmoning tanah Jawi, langgêng salaminipun.”
”…, apakah paduka lupa terhadap nama saya Sabdo Palon? Sabda artinya kata-kata, Palon adalah kayu pengancing kandang, Naya artinya pandangan, Genggong artinya langgeng tidak berubah. Jadi ucapan hamba itu berlaku sebagai pedoman hidup di tanah Jawa, langgeng selamanya.”
Seperti halnya Semar telah banyak dikenal sebagai pamomong sejati yang selalu mengingatkan bilamana yang di”emong”nya salah jalan, salah berpikir atau salah dalam perbuatan, terlebih apabila melanggar ketentuan-ketentuan Tuhan Yang Maha Esa. Semar selalu memberikan piwulangnya untuk bagaimana berbudi pekerti luhur selagi hidup di dunia fana ini sebagai bekal untuk perjalanan panjang berikutnya nanti.
Jadi Semar merupakan pamomong yang ”tut wuri handayani”, menjadi tempat bertanya karena pengetahuan dan kemampuannya sangat luas, serta memiliki sifat yang bijaksana dan rendah hati juga waskitho (ngerti sakdurunge winarah). Semua yang disabdakan Semar tidak pernah berupa ”perintah untuk melakukan” tetapi lebih kepada ”bagaimana sebaiknya melakukan”. Semua keputusan yang akan diambil diserahkan semuanya kepada ”majikan”nya. Semar atau Kaki Semar sendiri memiliki 110 nama, diantaranya adalah Ki Sabdopalon, Sang Hyang Ismoyo, Ki Bodronoyo, dan lain-lain.
Di dalam Serat Darmogandhul diceritakan episode perpisahan antara Sabdo Palon dengan Prabu Brawijaya karena perbedaan prinsip. Sebelum berpisah Sabdo Palon menyatakan kekecewaannya dengan sabda-sabda yang mengandung prediksi tentang sosok masa depan yang diharapkannya. Berikut ungkapan-ungkapan itu :
”….. Paduka yêktos, manawi sampun santun agami Islam, nilar agami Buddha, turun paduka tamtu apês, Jawi kantun jawan, Jawinipun ical, rêmên nunut bangsa sanes. Benjing tamtu dipunprentah dening tiyang Jawi ingkang mangrêti.”
”….. Paduka perlu faham, jika sudah berganti agama Islam, meninggalkan agama Budha, keturunan Paduka akan celaka, Jawi (orang Jawa yang memahami kawruh Jawa) tinggal Jawan (kehilangan jati diri jawa-nya), Jawi-nya hilang, suka ikut-ikutan bangsa lain. Suatu saat tentu akan dipimpin oleh orang Jawa (Jawi) yang mengerti.”
”….. Sang Prabu diaturi ngyêktosi, ing besuk yen ana wong Jawa ajênêng tuwa, agêgaman kawruh, iya iku sing diêmong Sabdapalon, wong jawan arêp diwulang wêruha marang bênêr luput.”
”….. Sang Prabu diminta memahami, suatu saat nanti kalau ada orang Jawa menggunakan nama tua (sepuh), berpegang pada kawruh Jawa, yaitulah yang diasuh oleh Sabda Palon, orang Jawan (yang telah kehilangan Jawa-nya) akan diajarkan agar bisa melihat benar salahnya.”
Dari dua ungkapan di atas Sabdo Palon mengingatkan Prabu Brawijaya bahwa suatu ketika nanti akan ada orang Jawa yang memahami kawruh Jawa (tiyang Jawi) yang akan memimpin bumi nusantara ini. Juga dikatakan bahwa ada saat nanti datang orang Jawa asuhan Sabdo Palon yang memakai nama sepuh/tua (bisa jadi ”mbah”, ”aki”, ataupun ”eyang”) yang memegang teguh kawruh Jawa akan mengajarkan dan memaparkan kebenaran dan kesalahan dari peristiwa yang terjadi saat itu dan akibat-akibatnya dalam waktu berjalan. Hal ini menyiratkan adanya dua sosok di dalam ungkapan Sabdo Palon tersebut yang merupakan sabda prediksi di masa mendatang, yaitu pemimpin yang diharapkan dan pembimbing spiritual (seorang pandhita). Ibarat Arjuna dan Semar atau juga Prabu Parikesit dan Begawan Abhiyasa. Lebih lanjut diceritakan :
”Sang Prabu karsane arêp ngrangkul Sabdapalon lan Nayagenggong, nanging wong loro mau banjur musna. Sang Prabu ngungun sarta nênggak waspa, wusana banjur ngandika marang Sunan Kalijaga: ”Ing besuk nagara Blambangan salina jênêng nagara Banyuwangi, dadiya têngêr Sabdapalon ênggone bali marang tanah Jawa anggawa momongane. Dene samêngko Sabdapalon isih nglimput aneng tanah sabrang.”
“Sang Prabu berkeinginan merangkul Sabdo Palon dan Nayagenggong, namun orang dua itu kemudian raib. Sang Prabu heran dan bingung kemudian berkata kepada Sunan Kalijaga : “Gantilah nama Blambangan menjadi Banyuwangi, jadikan ini sebagai tanda kembalinya Sabda Palon di tanah Jawa membawa asuhannya. Sekarang ini Sabdo Palon masih berkelana di tanah seberang.”
Dari kalimat ini jelas menandakan bahwa Sabdo Palon dan Prabu Brawijaya berpisah di tempat yang sekarang bernama Banyuwangi. Tanah seberang yang dimaksud tidak lain tidak bukan adalah Pulau Bali. Untuk mengetahui lebih lanjut guna menguak misteri ini, ada baiknya kita kaji sedikit tentang Ramalan Sabdo Palon berikut ini.
Ramalan Sabdo Palon
Karena Sabdo Palon tidak berkenan berganti agama Islam, maka dalam naskah Ramalan Sabdo Palon ini diungkapkan sabdanya sbb :
3.
Sabda Palon matur sugal, ”Yen kawula boten arsi, Ngrasuka agama Islam, Wit kula puniki yekti, Ratuning Dang Hyang Jawi, Momong marang anak putu, Sagung kang para Nata, Kang jume neng Tanah Jawi, Wus pinasthi sayekti kula pisahan.
Sabda Palon menjawab kasar: ”Hamba tak mau masuk Islam Sang Prabu, sebab saya ini raja serta pembesar Dang Hyang se tanah Jawa. Saya ini yang membantu anak cucu serta para raja di tanah jawa. Sudah digaris kita harus berpisah.
4.
Klawan Paduka sang Nata, Wangsul maring sunya ruri, Mung kula matur petungna, Ing benjang sakpungkur mami, Yen wus prapta kang wanci, Jangkep gangsal atus tahun, Wit ing dinten punika, Kula gantos kang agami, Gama Buda kula sebar tanah Jawa.
Berpisah dengan Sang Prabu kembali ke asal mula saya. Namun Sang Prabu kami mohon dicatat. Kelak setelah 500 tahun saya akan mengganti agama Budha lagi (maksudnya Kawruh Budi), saya sebar seluruh tanah Jawa.
5.
Sinten tan purun nganggeya, Yekti kula rusak sami, Sun sajekken putu kula, Berkasakan rupi-rupi, Dereng lega kang ati, Yen durung lebur atempur, Kula damel pratandha, Pratandha tembayan mami, Hardi Merapi yen wus njeblug mili lahar.
Bila ada yang tidak mau memakai, akan saya hancurkan. Menjadi makanan jin setan dan lain-lainnya. Belum legalah hati saya bila belum saya hancur leburkan. Saya akan membuat tanda akan datangnya kata-kata saya ini. Bila kelak Gunung Merapi meletus dan memuntahkan laharnya.
6.
Ngidul ngilen purugira, Ngganda banger ingkang warih, Nggih punika medal kula, Wus nyebar agama budi, Merapi janji mami, Anggereng jagad satuhu, Karsanireng Jawata, Sadaya gilir gumanti, Boten kenging kalamunta kaowahan.
Lahar tersebut mengalir ke Barat Daya. Baunya tidak sedap. Itulah pertanda kalau saya datang. Sudah mulai menyebarkan agama Buda (Kawruh Budi). Kelak Merapi akan bergelegar. Itu sudah menjadi takdir Hyang Widi bahwa segalanya harus bergantian. Tidak dapat bila diubah lagi.
7.
Sanget-sangeting sangsara, Kang tuwuh ing tanah Jawi, Sinengkalan tahunira, Lawon Sapta Ngesthi Aji, Upami nyabrang kali, Prapteng tengah-tengahipun, Kaline banjir bandhang, Jerone ngelebne jalmi, Kathah sirna manungsa prapteng pralaya.
Kelak waktunya paling sengsara di tanah Jawa ini pada tahun: Lawon Sapta Ngesthi Aji. Umpama seorang menyeberang sungai sudah datang di tengah-tengah. Tiba-tiba sungainya banjir besar, dalamnya menghanyutkan manusia sehingga banyak yang meninggal dunia.
8.
Bebaya ingkang tumeka, Warata sa Tanah Jawi, Ginawe kang paring gesang, Tan kenging dipun singgahi, Wit ing donya puniki, Wonten ing sakwasanipun, Sedaya pra Jawata, Kinarya amertandhani, Jagad iki yekti ana kang akarya.
Bahaya yang mendatangi tersebar seluruh tanah Jawa. Itu sudah kehendak Tuhan tidak mungkin disingkiri lagi. Sebab dunia ini ada ditanganNya. Hal tersebut sebagai bukti bahwa sebenarnya dunia ini ada yang membuatnya.
Dari bait-bait di atas dapatlah kita memahami bahwa Sabdo Palon menyatakan berpisah dengan Prabu Brawijaya kembali ke asal mulanya. Perlu kita tahu bahwa Semar adalah wujud manusia biasa titisan dewa Sang Hyang Ismoyo. Jadi ketika itu Sabdo Palon berencana untuk kembali ke asal mulanya adalah alam kahyangan (alam dewa-dewa), kembali sebagai wujud dewa, Sang Hyang Ismoyo. Lamanya pergi selama 500 tahun. Dan kemudian Sabdo Palon menyatakan janjinya akan datang kembali di bumi tanah Jawa (tataran nusantara) dengan tanda-tanda tertentu. Diungkapkannya tanda utama itu adalah muntahnya lahar gunung Merapi ke arah barat daya. Baunya tidak sedap. Dan juga kemudian diikuti bencana-bencana lainnya. Itulah tanda Sabdo Palon telah datang. Dalam dunia pewayangan keadaan ini dilambangkan dengan judul: ”Semar Ngejawantah”.
Mari kita renungkan sesaat tentang kejadian muntahnya lahar gunung Merapi tahun 2006 lalu dimana untuk pertama kalinya ditetapkan tingkat statusnya menjadi yang tertinggi : ”Awas Merapi”. Saat kejadian malam itu lahar merapi keluar bergerak ke arah ”Barat Daya”. Pada hari itu tanggal 13 Mei 2006 adalah malam bulan purnama bertepatan dengan Hari Raya Waisyak (Budha) dan Hari Raya Kuningan (Hindu). Secara hakekat nama ”Sabdo Palon Noyo Genggong” adalah simbol dua satuan yang menyatu, yaitu : Hindu – Budha (Syiwa Budha). Di dalam Islam dua satuan ini dilambangkan dengan dua kalimat Syahadat. Apabila angka tanggal, bulan dan tahun dijumlahkan, maka : 1 + 3 + 5 + 2 + 0 + 0 + 6 = 17 ( 1 + 7 = 8 ). Angka 17 kita kenal merupakan angka keramat. 17 merupakan jumlah raka’at sholat lima waktu di dalam syari’at Islam. 17 juga merupakan lambang hakekat dari ”bumi sap pitu” dan ”langit sap pitu” yang berasal dari Yang Satu, Allah SWT. Sedangkan angka 8 merupakan lambang delapan penjuru mata angin. Di Bali hal ini dilambangkan dengan apa yang kita kenal dengan ”Sad Kahyangan Jagad”. Artinya dalam kejadian ini delapan kekuatan dewa-dewa menyatu, menyambut dan menghantarkan Sang Hyang Ismoyo (Sabdo Palon) untuk turun ke bumi. Di dalam kawruh Jawa, Sang Hyang Ismoyo adalah sosok dewa yang dihormati oleh seluruh dewa-dewa. Dan gunung Merapi di sini melambangkan hakekat tempat atau sarana turunnya dewa ke bumi (menitis).
Siapa Sejatinya ”Sabdo Palon Noyo Genggong” ?
Setelah kita membaca dan memahami secara keseluruhan wasiat-wasiat leluhur Nusantara yang ada di blog/buku ini, maka telah sampai saatnya saya akan mengulas sesuai dengan pemahaman saya tentang siapa sejatinya Sabdo Palon Noyo Genggong itu. Dari penuturan bapak Budi Marhaen, saya mendapatkan jawaban: ”Sabdo Palon adalah seorang ponokawan Prabu Brawijaya, penasehat spiritual dan pandhita sakti kerajaan Majapahit. Dari penelusuran secara spiritual, Sabdo Palon itu sejatinya adalah : Dang Hyang Nirartha/ Mpu Dwijendra/ Pedanda Sakti Wawu Rawuh/ Tuan Semeru yang akhirnya moksa di Pura Uluwatu.”
Dari referensi yang saya dapatkan, Dang Hyang Nirartha adalah anak dari Dang Hyang Asmaranatha, dan cucu dari Mpu Tantular atau Dang Hyang Angsokanatha (penyusun Kakawin Sutasoma dimana di dalamnya tercantum ”Bhinneka Tunggal Ika”). Danghyang Nirartha adalah seorang pendeta Budha yang kemudian beralih menjadi pendeta Syiwa. Beliau juga diberi nama Mpu Dwijendra dan dijuluki Pedanda Sakti Wawu Rawuh. Beliau juga dikenal sebagai seorang sastrawan.
Dalam “Dwijendra Tattwa” dikisahkan sebagai berikut :”Pada Masa Kerajaan Majapahit di Jawa Timur, tersebutlah seorang Bhagawan yang bernama Dang Hyang Dwi Jendra. Beliau dihormati atas pengabdian yang sangat tinggi terhadap raja dan rakyat melalui ajaran-ajaran spiritual, peningkatan kemakmuran dan menanggulangi masalah-masalah kehidupan. Beliau dikenal dalam menyebarkan ajaran Agama Hindu dengan nama ”Dharma Yatra”. Di Lombok Beliau disebut ”Tuan Semeru” atau guru dari Semeru, nama sebuah gunung di Jawa Timur.”
Dengan kemampuan supranatural dan mata batinnya, beliau melihat benih-benih keruntuhan kerajaan Hindu di tanah Jawa. Maksud hati hendak melerai pihak-pihak yang bertikai, akan tetapi tidak mampu melawan kehendak Sang Pencipta, ditandai dengan berbagai bencana alam yang ditengarai turut ambil kontribusi dalam runtuhnya kerajaan Majapahit (salah satunya adalah bencana alam ”Pagunung Anyar”). Akhirnya beliau mendapat petunjuk untuk hijrah ke sebuah pulau yang masih di bawah kekuasaan Majapahit, yaitu Pulau Bali. Sebelum pergi ke Pulau Bali, Dang Hyang Nirartha hijrah ke Daha (Kediri), lalu ke Pasuruan dan kemudian ke Blambangan.
Beliau pertama kali tiba di Pulau Bali dari Blambangan sekitar tahun caka 1411 atau 1489 M ketika Kerajaan Bali Dwipa dipimpin oleh Dalem Waturenggong. Beliau mendapat wahyu di Purancak, Jembrana bahwa di Bali perlu dikembangkan paham Tripurusa yakni pemujaan Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai Siwa, Sadha Siwa, dan Parama Siwa. Dang Hyang Nirarta dijuluki pula Pedanda Sakti Wawu Rawuh karena beliau mempunyai kemampuan supranatural yang membuat Dalem Waturenggong sangat kagum sehingga beliau diangkat menjadi Bhagawanta (pendeta kerajaan).
Ketika itu Bali Dwipa mencapai jaman keemasan, karena semua bidang kehidupan rakyat ditata dengan baik. Hak dan kewajiban para bangsawan diatur, hukum dan peradilan adat/agama ditegakkan, prasasti-prasasti yang memuat silsilah leluhur tiap-tiap soroh/klan disusun. Awig-awig Desa Adat pekraman dibuat, organisasi subak ditumbuh-kembangkan dan kegiatan keagamaan ditingkatkan. Selain itu beliau juga mendorong penciptaan karya-karya sastra yang bermutu tinggi dalam bentuk tulisan lontar, kidung atau kekawin.
Pura-pura untuk memuja beliau di tempat mana beliau pernah bermukim membimbing umat adalah : Purancak, Rambut siwi, Pakendungan, Ulu watu, Bukit Gong, Bukit Payung, Sakenan, Air Jeruk, Tugu, Tengkulak, Gowa Lawah, Ponjok Batu, Suranadi (Lombok), Pangajengan, Masceti, Peti Tenget, Amertasari, Melan ting, Pulaki, Bukcabe, Dalem Gandamayu, Pucak Tedung, dan lain-lain. Akhirnya Dang Hyang Nirartha menghilang gaib (moksa) di Pura Uluwatu. (Moksa = bersatunya atman dengan Brahman/Sang Hyang Widhi Wasa, meninggal dunia tanpa meninggalkan jasad).
Setelah mengungkapkan bahwa Sabdo Palon sejatinya adalah Dang Hyang Nirartha, lalu bapak Budi Marhaen memberikan kepada saya 10 (sepuluh) pesan yang diperoleh dari kegaiban dari beliau Dang Hyang Nirartha sbb:
1. Tuwi ada ucaping haji, utama ngwangun tlaga, satus reka saliunnya, kasor ento utamannya, ring sang ngangun yadnya pisan, kasor buin yadnyane satus, baan suputra satunggal.
Ada sebenarnya ucapan ilmu pengetahuan, utama orang yang membangun telaga, banyaknya seratus, kalah keutamaannya itu, oleh orang yang melakukan korban suci sekali, korban suci yang seratus ini, kalah oleh anak baik seorang.
2. Bapa mituduhin cening, tingkahe menadi pyanak, eda bani ring kawitan, sang sampun kaucap garwa, telu ne maadan garwa, guru reka, guru prabhu, guru tapak tui timpalnya.
Ayahanda memberitahumu anakku, tata cara menjadi anak, jangan durhaka pada leluhur, orang yang disebut guru, tiga banyaknya yang disebut guru, guru reka, guru prabhu, dan guru tapak (yang mengajar) itu.
3. Melah pelapanin mamunyi, ring ida dane samian, wangsane tong kaletehan, tong ada ngupet manemah, melah alepe majalan, batise twara katanjung, bacin tuara bakat ingsak.
Lebih baik hati-hati dalam berbicara, kepada semua orang, tak akan ternoda keturunannya, tak ada yang akan mencaci maki, lebih baik hati-hati dalam berjalan, sebab kaki tak akan tersandung, dan tidak akan menginjak kotoran.
4. Uli jani jwa kardinin, ajak dadwa nah gawenang, patut tingkahe buatang, tingkahe mangelah mata, gunannya anggon malihat, mamedasin ane patut, da jua ulah malihat.
Mulai sekarang lakukan, lakukanlah berdua, patut utamakan tingkah laku yang benar, seperti menggunakan mata, gunanya untuk melihat, memperhatikan tingkah laku yang benar, jangan hanya sekedar melihat.
5. Tingkahe mangelah kuping, tuah anggon maningehang, ningehang raose melah, resepang pejang di manah, da pati dingeh-dingehang, kranannya mangelah cunguh, anggon ngadek twah gunanya.
Kegunaan punya telinga, sebenarnya untuk mendengar, mendengar kata-kata yang benar, camkan dan simpan dalam hati, jangan semua hal didengarkan.
6. Nanging da pati adekin, mangulah maan madiman, patutang jua agrasayang, apang bisa jwa ningkahang, gunan bibih twah mangucap, de mangucap pati kacuh, ne patut jwa ucapang.
Jangan segalanya dicium, sok baru dapat mencium, baik-baiklah caranya merasakan, agar bisa melaksanakannya, kegunaan mulut untuk berbicara, jangan berbicara sembarangan, hal yang benar hendaknya diucapkan.
7. Ngelah lima da ja gudip, apikin jua nyemakang, apang patute bakatang, wyadin batise tindakang, yatnain twah nyalanang, eda jwa mangulah laku, katanjung bena nahanang.
Memiliki tangan jangan usil, hati-hati menggunakan, agar selalu mendapat kebenaran, begitu pula dalam melangkahkan kaki, hati-hatilah melangkahkannya, bila kesandung pasti kita yang menahan (menderita) nya.
8. Awake patut gawenin, apang manggih karahaywan, da maren ngertiang awak, waluya matetanduran, tingkahe ngardinin awak, yen anteng twi manandur, joh pare twara mupuang.
Kebenaran hendaknya diperbuat, agar menemukan keselamatan, jangan henti-hentinya berbuat baik, ibaratnya bagai bercocok tanam, tata cara dalam bertingkah laku, kalau rajin menanam, tak mungkin tidak akan berhasil.
9. Tingkah ne melah pilihin, buka anake ka pasar, maidep matetumbasan, masih ya nu mamilihin, twara nyak meli ne rusak, twah ne melah tumbas ipun, patuh ring ma mwatang tingkah.
Pilihlah perbuatan yang baik, seperti orang ke pasar, bermaksud hendak berbelanja, juga masih memilih, tidak mau membeli yang rusak, pasti yang baik dibelinya, sama halnya dengan memilih tingkah laku.
10. Tingkah ne melah pilihin, da manganggoang tingkah rusak, saluire kaucap rusak, wantah nista ya ajinnya, buine tong kanggoang anak, kija aba tuara laku, keto cening sujatinnya.
Pilihlah tingkah laku yang baik, jangan mau memakai tingkah laku yang jahat, betul-betul hina nilainya, ditam bah lagi tiada disukai masyarakat, kemanapun dibawa tak akan laku, begitulah sebenarnya anakku.
KESIMPULAN
Akhirnya bapak Budi Marhaen mengungkapkan bahwa dengan penelusuran secara spiritual dapatlah disimpulkan :
”Jadi yang dikatakan “Putra Betara Indra” oleh Joyoboyo, “Budak Angon” oleh Prabu Siliwangi, dan “Satrio Pinandhito Sinisihan Wahyu” oleh Ronggowarsito itu, tidak lain dan tidak bukan adalah Sabdo Palon, yang sejatinya adalah Dang Hyang Nirartha/ Mpu Dwijendra/ Pedanda Sakti Wawu Rawuh/ Tuan Semeru.
Pertanyaannya sekarang adalah: Ada dimanakah beliau saat ini kalau dari tanda-tanda yang telah nampak dikatakan bahwa Sabdo Palon telah datang ? Tentu saja sangat tidak etis untuk menjawab secara vulgar persoalan ini. Sangat sensitif. Karena ini adalah wilayah para kasepuhan suci, waskito, ma’rifat dan mukasyafah saja yang dapat menjumpai dan membuktikan kebenarannya. Dimensi spiritual sangatlah pelik dan rumit. Sabdo Palon yang telah menitis kepada ”seseorang” itu yang jelas memiliki karakter 7 (tujuh) satrio seperti yang telah diungkapkan oleh R.Ng. Ronggowarsito, dan juga memiliki karakter Putra Betara Indra seperti yang diungkapkan oleh Joyoboyo. Secara fisik ”seseorang” itu ditandai dengan memegang sepasang pusaka Pengayom Nusantara hasil karya beliau Dang Hyang Nirartha, yaitu : Pusaka Oumyang Majapahit (lambang Daya Atman) dan Pusaka Sabdo Palon (Ki Rancak – lambang Daya Rohul Kudus). Pusaka tersebut merupakan kata sandi (password) berkaitan dengan hakekat keberadaan Pura Rambut Siwi sebagai pembuktiannya.”
Dapatlah dikatakan bahwa : Putra Betara Indra = Budak Angon = Satrio Pinandhito Sinisihan Wahyu seperti yang telah dikatakan oleh para leluhur nusantara di atas adalah sosok yang diharap-harapkan rakyat nusantara selama ini, yaitu sosok yang dikenal dengan nama ”SATRIO PININGIT”. Banyak pendapat yang berkembang di masyarakat luas selama ini dalam memandang dan memahami isitilah ”Satrio Piningit”. Pemahamannya tentu bertingkat-tingkat sesuai dengan kapasitas keilmuan masing-masing orang.
Satrio Piningit yang telah menjadi mitos selama perjalanan sejarah bangsa ini memunculkan misteri tersendiri. Ia merupakan perbendaharaan rahasia bumi dan langit yang teramat sulit ditembus oleh akal pikiran. Keberadaannya gaib namun nyata. Bahkan para winasis waskita pun belum tentu mampu menembus aura misterinya. Karena dalil yang berlaku seperti halnya dalam memandang Semar. Orang yang hatinya kotor dan masih diliputi dengan berbagai hawa nafsu akan sulit melihat Semar. Namun Semar dapat terlihat bagi orang yang hatinya bersih/suci dan melakoni tirakat (tapaning ngaurip/tasawuf hidup) sepanjang hidupnya. Hal ini mengisyaratkan bahwa tidak semua orang dapat menjumpainya. Semua akan terfilter secara alamiah. Atau dengan bahasa lain, jika seseorang telah mendapatkan hidayah Allah SWT maka dia dapat menjumpai Semar yang pada hakekatnya adalah pancaran Cahaya Ilahiah itu sendiri. Walaupun tidak menjumpainya namun daya-daya kehadirannya dapat dirasakan secara luas tanpa disadari. Fenomena ini dilambangkan dalam cerita pewayangan ketika ”Semar Ngejawantah” dan kemudian saatnya ”Semar Mbabar Diri” maka pecahlah peperangan ”Bharatayudha Jaya Binangun”. Perangnya kebaikan melawan keburukan. Di saat inilah kita di jagad nusantara ini sedang memasuki dan menjalani fase tersebut.
Hakekat Satrio Piningit menurut pandangan bapak Budi Marhaen adalah sosok seorang ”Guru Sejati”. Sosok guru yang tidak menyebarkan ”ajaran ataupun agama baru” namun menebar kasih ke atas seluruh umat tanpa membedakan golongan, bangsa, suku, maupun agama atau kepercayaan. Bukan sekedar sosok Satrio Piningit atau Guru Sejati yang harus kita cari, akan tetapi yang sangat hakiki adalah ”Kebenaran Sejati” yang harus dicari atau ditembus di dalam dirinya. Maka dalam perjalanan tasawuf hal ini dikenal dengan dalil ”Man arofa nafsahu faqad arofa robbahu” (kenalilah dirimu sendiri sebelum mengenal Allah).
Sehingga kembali dalam konteks ”Satrio Piningit” yang sejatinya adalah Sabdo Palon, terdapat suatu misteri kata sandi yang harus dipecahkan, yaitu : ”Di balik SP (Satrio Piningit) terdapat 10 SP.” Angka 10 menyiratkan bahwa untuk mencari yang 1 (satu = Esa), kita harus mengosongkan diri (0). Angka 0 dan 1 adalah bilangan digit (binary) yang melambangkan kalimah toyyibah : ”La ilaha ilallah” (tiada Tuhan (0) selain Allah (1).
Dalam konteks ini bapak Budi Marhaen mengungkapkan rahasia sandi tersebut (mbabar wadi) berdasarkan fenomena spiritual yang ditemuinya berkaitan dengan sandi-sandi rahasia di dalam karya warisan leluhur nusantara :
Jadi, Satrio Piningit (SP) adalah :
seorang Satrio Pinandhito (SP)
yang sejatinya adalah Sabdo Palon (SP)
berlaku sebagai Sang Pamomong (SP)
dikenal juga dengan nama Semar Ponokawan (SP)
pemegang pusaka Sabdo Palon (SP)
berada di Semarang Pinggiran (SP)
tepatnya di daerah Semarang Podorejo (SP)
dimana terdapat Sendang Pancuran (SP)
dengan nama Sendang Pengasihan (SP)
dan Sendang Panguripan (SP)
Jika memang mendapatkan ridho dan hidayah Allah, maka beruntung jika dapat menjumpainya. Setidaknya inilah jawaban dari apa yang telah diungkapkan oleh bapak Budi Marhaen berkaitan dengan misteri ”Semarang Tembayat” yang tertulis di dalam Serat Musarar Joyoboyo. Dibukanya misteri ini berkaitan dengan Sarasehan Spiritual : Jalan Setapak Menuju Nusantara Jaya, di Semarang pada tanggal 20 Desember 2007 yang telah mencanangkan topik : ”REVOLUSI AKBAR SPIRITUAL NUSANTARA”. Telah tiba saatnya Misteri Nusantara terkuak.
Dari apa yang telah saya ungkapkan sejauh ini mudah-mudahan membawa banyak manfaat bagi kita semua, terutama hikmah yang tersirat dari wasiat-wasiat nenek moyang kita, para leluhur Nusantara. Menjadi harapan kita bersama di tengah carut-marut keadaan negeri ini akan datang cahaya terang di depan kita. Semoga Allah ridho. Amin.

Senin, 17 Januari 2011

dilog Pak SBY dan tokoh Agamawan....

baru saja baca di line metro TV..hari ini ada dialog antara tokoh agama dan SBY..tapi ada yang gak terima..diminta dilalukan dialog diluar dulu sebelun ketemu sama SBY....lucu juga...mau ketemu bapaknya saja..harus dibuat kesepakatan diluar dan mau sepakat bilang kita akur akur saja..kita damai damai saja..gak ada mayoritas , gak ada minoritas..semua setara...kira kira begitu bayangan saya....



seandainya saya jadi SBY..mungkin saya sangat malu sekali kalau sampai kondisi kerukunan anak anaknya ternyata amburadul..bahkan sebagai bapak saya akan merasa gagal menjadi bapak..dan biasanya bapak yang gagal lalu akan berubah menjadi bapak yang apatis, sok kalem, dan sok wibawa..selalu jaga image untuk menutupi kegagalannya..kira kira begitu..tapi ada juga menjadi sangat garang dan kasar....bahkan semakin sangat sensitif karena banyak jerawat ditubuhnya yang mulai meradang....pusing tuju keliling memikirkannya..kecuali seperti kata orang kuno..bisa mbudeg, micek, mbisu....bisa gak bisa mendengar, gak bisa melihat bahkan lidahnya sampai kelu gak bisa ngomong karena semakin banyaknya kesemrawutan di negeri yang namanya katanya indonesia..tetapi sebagai orang indonesia yang berbasis budayanya sendiri apa jawa, apa sunda, hokian, atau dayak, padang dll..pasti punya kearifan yang menyatukan kita semua..yaitu kearifan untuk menjunjung tinggi martabat dan budaya yang saling menghargai dan mengasihi satu dengan yang lain...



kita sepakat bahasa indonesia sebagai bahasa nasional indonesia karena bukan ingin menang menangan jumlah pemakai bahasa tetapi sebenarnya semangat berani mengalah, berni damai..seperti kata surakarta..artinya..berani untuk damai..bukan dipaksakan untuk mengakui hanya pakai bahasa jawa..tidak indonesia...karena selain suku melalyu yang suka kemana mana..batak..dan lebih gampang dipelajari..serta tetep gak ada past tense dan gak ada future tense artinya bahasa bahasa spiritual..dulu dan sekarang begitu..gak mencla mencle....jadi kalu orang mengatakan agama juga sopiritual..tetapi kok mencla mencle...kemarin bilang A tetapi kenyataan B..itu bahasa politikus...bukan bahasa orang beragama kalau dianggap agama spiritual....tetapi kalu dipandang sebagai sesuatu yang dinamis...seperti budaya yang selalu berubah ubah..ya sah sah aja..makanya ada penafsiran..agama baru...ahmadiyah bukan islam dan ada yang menyebut tetep islam bagi saya..sama saja terserah kamu menyebut..tapi sebenarnya mereka kan bertuhan kan..titik.....apapun simbol atau labelnya silahkan dihayati sendiri, jalani sendiri gak usah ikut ikutan menyesat nyesatkan lainnya..kan semua pasti akan bertanggung jawab terhadap yang diyakininya....



bagaiman dengan PAK SBY..yang sekarang ini dihati saya kok mulai luntur rasa memiliki seorang Bpk maaf...mengapa..rasa saya mungkin salah....saya gak bisa protes apa apa..saya gak mungkin turun kejalan minta agar BPK SBY tercinta turun saja dari keprisidennannya gara gara gagal menjadi bapak..saya udah paham tentang demokrasi konsekuensinya harus menerima sebagai BPK saya samapai lima tahun..tapi maafkan kalau saya kurang mendukung apa saja yang Bapak perbuat sepertinya semua sudah tidak mencerminkan sebagai kata kata seorang bapak..tetapi sebagai kata kata seorang staff ahli..yang harus menilai, mengevaluasi mempertimbangkan lama lama tapi gak bisa mengambil keputusan.cepat.artinya semua jadi terlambat dan lamban..seperti halnya masalah kerukunan umat beragama dan masalah penegakakan hukum serta korupsi.



saya hanya sedikit paham tentang agama..tapi pandangan saya karena agama bukan berasal dari bahasa arab..maka kalau yang nerjemahkan agama dari kelompok yang pro bahasa arab..sepertinya sangat ambrulradul...seperti dalam negara kertagama..(sutasoma), yang namanya agama adalah landasan berbangsa dan bernegara..bukan landsan berketuhanan...jadi pancasila dan UUD 45 itulah agama yang sebenarnya....yang harus ditaati setiap lembaga negara , aparatur negara dan para penegak hukum bahkan semua warga dan masyarakat yang hidup di indonesia...jadi bukan karena islam, kristen, katolik, khong hucu ataupun keyakinan lain...itu masalah pribadi..masalah pribadi gak perlu negara ngatur seperti dalam pendirian departemen agama..mengabis habiskan uang saja dan menambah kemiskinan bangsa....buktinya uang nya dihambur hamburkan untuk sebuah keyakinan yang kemnafaatannya terhadap masyarakat kecil..kecuali untuk kebnggagaan sok suci sok moralis..bukan wujud kedamaian, kebersamaan, dan kerukunan bersama..jusstru agama sebagai alat selingkuh untuk menyetir kekuasaan termasuk mungkin juga kursi pak SBY..adalah hadiah dari selingkuhan dengan mayoritas agama..mungkin,,ini harus dibuktikan dulu..maaf....makanya mau dialog spontan saja harus pakai aturan aturan yang jlimet..aneh....



sebgai saran saya kalau saya jadi Pak SBY..saya akan tetap menjaga netyralitas dan menjauhkan diri dari perselingkuhan kekuasaan dengan alat agama..nanti bisa jadi TUHAN marah..kalau ini benar..sebab...bagi saya Presiden adalah wahyu..jadi rahmat dari Tuhan yang maha esa..tetapi karena udah diakalin...yang seharusnya jadi presiden jadi gak jadi..inilah akibatnya..bangsa indonesia yang ambrul radul semakin nyata..jadi sandainya sya jadi pak SBY...singkat saja..kembali ke Pancasila dan UUD 45..titik.
SukaTidak Suka · Komentari · Bagikan · Hapus

Selasa, 04 Januari 2011

contemplasi di awal tahun 2011

Rahayu
Kapribaden...sebagai sebuah laku,karena bukan ajaran makanya gak akan selesai apabila kita udah hafal atau paham..pengertian - pengertian, hubungan akal sehat, rasionalitas bahkan super rasionalitas, bisa di tinggalkan alias gak kepakai kalau orang gak menjalankan, bisa saja gondelan KUNCI..cukup kencang tetapi tetap saja sang penggoda .angen angen, panca driya , budhi pekerti jauh lebih kuat dibandingkan gondelan kuncinya.makanya otak harus di iket..dan perlu tekat yang kuat untuk tidak terjerumus kedalamnya. kedalam hidup dan kehidupan yang semu.walau kehidupan ini adalah kasunyatan..hanya perputaran yang gak pernah berhenti berputar..sehingga kadhang berada di atas roda tetapi juga kadhang berada dibawah..inilah orang mengartikan sebagi penderitaan, kesulitan, ketidak beruntungan, bahkan sebagai samsara...
kedepan putro romo benar benar berada pada titik puncak..mengapa? essensi nya sudah trontong trontong artinya tanda tanda sudah mulai muncul...karena jangka harus dijangkah..adanya jangka akan terwujud kalau jinangkah..ada usaha untuk mengubah atau bergerak maju..sehingga ramalan jaya baya..jaya ing bebaya....bengkas angkoro murka atau mujudake satryane kang piningit dening angkarane dhewe...inilah essensi bahwa trontong trontong..cahaya kemajuan laku udah mulai berubah kearah ke kebaikan walau banyak kadhang malah jadi semakin merosot..termasuk saya sendiri ....harus tertatih tatih gara gara kepleset karena gak gondelan KUNCI, singkir, paweling....semua diabaikan begitu saja dianggap gak punya arti dan makna.karena merasa ke titik nol bisa jadi gaibnya jadi lenyap..dan perlu sikap satrya untuk memintanya kembali gaibnya....
dulu ada pepatah.saat kita berada kepada kondisi yang stagnan sebaiknya kita harus berhenti sejenak..mandeg tumuleh memburi, intropeksi dan retropeksi....apa kelemahan kelemahan kita, hambatan hambatan kita,kekuatan kita, kesempatan dan tantangannya...dalam situasi serba kacau balau sekarang ini sebenarnya inilah peluang atau kesempatan kita untuk mumbul keatas...mari segera sukseskan lakon togog mlaku mundur yang akan segera di .wayangkan menjelang ulang tahun kapribaden juli 2011 . maret 2011 evaluasi program akan ditinjau lagi kalau bulan bulan itu belum cukup amunisi untuk menjangkah..program wayangan togog mlaku mundur...inilah awal pencerahan jangka yang harus jinangkah oleh kita semua warga kapribaden...inilah produk gawe besarnya kita selain sanggar agung..jangka pendek TOGOG MLAKU MUNDUR...semoga ROMO mangestuni.

RAHAYU.

Kamis, 23 Desember 2010

purwa adigama ...lebih tinggi dari agama....itulah negara kertagama.

kalau bangsa indonesia mau menggali kembali sejarah masa lampau..maka sebenarnya akan terjawablah semua kesulitan jaman sekarang ini yang berkaitan dengan masalah konflik..di aceh, poso, jawa barat..yang ujung ujungnya dari permasalahan AGAMA. indonesia sekarang sudah ada banyak kemajuan walau undang undang PNPS/1965 belum dicabut oleh pemerintah tetapi ada terobosan terbesar dari keputusan MK bahwa tidak ada lagi istilah agama resmi atau yang diakui...semua agama sama sederajat dihadapan hukum negara indonesia..termasuk yang berkepercayaan. kalau mau jujur sejujur jujurnya..indonesia menggunakan istilah agma adalah salah kaprah..karena yang namanya agama adalah aturan atau tatanan yang dibikin oleh empu atau penasehat raja untuk mengatur kepemerintahan..makanya agama jelas bikinan manusia...seperti dalam kitab WEDHATAMA..karya mangkunegara ke 4...dalam tembang sinom bahwa..agama ageming aji..agama adalah pegangan raja untuk mengatur kepemerintahan.jadi kalau masih menggunakan agama.harusnya yang muslim marah ..karena itu jadi diartikan bikinan manusia atau budaya...padahal ini religion..artinya...bersumber dari tuhan..maka bahasa yang pas sebenarnya kepercayaan..artinya..kepercayaan islam , kepercayaan kristen , katolik, kepercayaan sapto darmo, kepercayaan kapribaden..dll, jadi netral....

bagaiman dengan purwadigama..adalah kitab tua jaman majapahit yang dibikin oleh para konsultan kerajaan untuk mengatur negara..jadi undang undang yang harus dipatuhi semua orang majapahit..baik yang hindu atau budha..sama..maka undang undang dasar negara RI..dengan dasarnya pancasila seharusnya cukup untuk mengatur selauruh warga negara indonesia...asal keposlisiannya gak memble seperti sekarang ini..pelanggaran perampasan, penindasan, pelemparan atau pemaksaan atas nama agama dibiarkan oleh polisi..apakah polisinya gak paham ya undang undang negara NKRI?

maka sekali lagi kalau mau bener pemerintah mengatur rakyatnya..coba gali lagi kearifan lokal masa lalu negara KERTAGAMA dengan bhineka tunggal ikanya.

Selasa, 07 Desember 2010

Yogyakarta yang disayang

Saat jalan jalan naik ke BOROBUDUR..aku selalu ingat kata guide katanya berasal dari boro dan dan bedhuhur...bara yang luhur...semangat keutamaan...api yang tak pernah padam.... ini ekspresi saya. tapi kalau ngayokyokarta..berasal dari ayodya dan karta..ayodya..adalah kerajaan prabu Rama ( dan dewi Sita ). sedangkan karta..artinya damai... kalau surakarta..kota yang berani damai..... kalau jakarta dari jaya dan karta...kejayaan untuk kedamaian. jadi semua yang pakai karta karta itulah sebuah tempat yang begitu damai, nyaman dan aman...sekarang yogyakarta sedang berduka karena kyai petruk lagi marah...lagi watuk, muntah, atau muntahannya lahar dingin tadinya mengembuskan awan panas itulah yogya.merapi artinya tempat mara dan api...api yang berkobar sepanjang masa..selalu aktif terus.
sebagai tempat yang indah tempatnya prabu Romo dalam pewayangan..ayodyakarto atau ngayogyakarta, atau yogyakarta sama saja bisa jadi pusat inspirasi kepemerintahan masa depan mengapa? model kepemerintahan yang gak njlimet...artinya semua terkoordinasi, integrasi, simplifikasi, dan synkronisasi dalam satu kendali RAJA ( dan kerabat dalamnya)dan ibu surinya adalah DPRD. urusan cari uang, kebijakan kebijakan, imam, sayidin paneteg panotogomo, ing alogo, kalifatullah dipegang oleh raja..keuangan untuk pembangunan dan kebutuhan rakyatnya diatur oleh DPRD....sehingga mudah gak jlimet seperti harus ada kpk, ada penyelenggara pemipenyelenggara pemilu, lu yanpenyelenggara pemilu, lu yang semua itu rawan korupsi dan menguap percuma....raja yang adil bijaksana akan nyata kalau rajanya juga seorang yang menjalankan laku seperti halnya prabu romo walau dengan pasukan kera..artinya bertemen orang orang yang lemah papa..gak punya apa apa , compang camping ..tapi mampu mengalahkan prabu Dosomuka yang sakti, yang gak bisa dimatikan, kepalanya sepeluluh, bisa terbang kemana saja...tapi adigang adigung adiguna..hancur oleh teamnya hanoman...satryo pinandhito...nebak gunung runtuh....bukan karena ingin hebat hebatan tapi karena hanoman hanya menjalankan tugas dari tuhan sampai sampai saat hanoman disuruh prabu romo daun sandiloto untuk obat. karena gak tau tanamannya dibawanya gunungnya sekalian....apakah ini mungkin kerjaan sang keraputih hanoman yang mengambil tutup nya merapi sehingga muntahlah lahar dan awan panasnya..siapa hanoman sikethek putih....siapa orang papa liman yang mlarat rat..mlarat mencit tapi tetep sepi ing pamrih...sehingga dapat kesaktian luar biasa mengobrak abrik tutup merapi..atau kyai petruk sendiri sang merapi itu..kyai petruk marah karena kyai bodronoyo..semar..di cuekin..begawan ismoyo..diabaikan .sing momong siang malem dicuekin....akibatnya petruk gak terima....inilah wujud urip nagih janji..dalam kontek sabdo palon noyo genggong..orang jawa telah lupa jawanya..lali marang jati dirine....lali marang semar..isi sing samar..ismoyo..isi kang moyo..bodro noyo....sing selalu berpihak ke rakyat kecil..bagiman sekarang apakah masih ada satryo atau pejabat yang berpihak ke kera kera..atau rakyat kecil...itulah kemarahan kyai petruk karena wong jowo nglaleke jawane...nglaleke marang sing gawe urip...ragane saka tanah jowo, budaya adat lan tradisine...sing diuja hamung hawa nepsune....

kalau ayodya karta atau yogyakarta mau nggoleki maka akan ketemu mengapa sampai mendapat musibah seperti itu....dan semua itu tidak lepas dari kontek kudu bisa bali marang asale..jatidirine..ngenut uripe dewe..laku njero...semar/ ismoyo....